Tiga kata yang menggambarkan dia adalah tampan, kaya, dan ramah.
Pria tinggi ini memiliki hidung mancung, badan atletis, dan humble. Pria ter-humble yang pernah aku temui. Bagaimana tidak, baru sebentar bertemu kami sudah dapat tertawa bersama. Apalagi, usaha ayahnya yang telah masuk dalam kategori sukses, diwariskan padanya.
Kharismanya, canda tawanya membuat aku seolah lupa diri dan tenggelam didalamnya. Sampai-sampai aku tidak sadar ketika kakakku yang duduk bersamaku berbisik. 'Ganteng tapi kok ngondek, gaya jalannya lemah gemulai gitu'
Termenung sejenak aku mengamati dia dalam diam. Apakah iya. Mengapa aku tak melihatnya? Aku merasa dia perfect. Like a prince charming.
Dan pada waktu itu pun ada rasa suka mengalir tiba-tiba. Rasanya seperti rejeki nomplok. Ada cowok ganteng, kenalan ayah pula.
Lalu kakakku bicara lagi, 'kakak perempuannya malah seperti cowo, tangannya atletis'
Kembali aku memperhatikan. Setelah dipikir-pikir terlintas apakah si dia tertarik padaku? Seolah dia lebih tertarik bicara pada kakakku.
Bagaimana ini? Apakah harus tetap aku berjuang?
Setelah kupikirkan lebih matang, memang sebenarnya tidak bisa memutuskan sesuatu hanya karena perasaan sesaat. Terlalu dangkal jika kita memutuskan untuk berhubungan lebih jauh jika hanya menilai hanya dari penampilan.
Untuk kasusku, aku rasa butuh pertemuan-pertemuan lebih lanjut agar aku bisa memutuskan.
No comments:
Post a Comment